Saturday 26 July 2014

Pesan Video Prabowo Subianto | 25 Juli 2014




Bos Kompas: Katolik dan Cukong Wajib Dukung Jokowi

Ada cerita menarik yang beredar
terbatas di kalangan petinggi Kompas Gramedia Group. Tentang konspirasi
di balik opini bentukan jaringan media menghadapi pemilu 2014. Tentang
"kolaborasi kotor" kelompok misionaris Katolik, konglomerasi Tionghoa
dan elit PDIP. Tentang rekayasa pencitraan Jokowi - Ahok menggilas akal
sehat publik.



Kisah penuh misteri itu berawal di
akhir bulan Desember 2013. Orang - orang berduit triliun rupiah yang
kemudian dikenal dengan "cukong", berkumpul bersama petinggi Kompas
Gramedia Group, elite PDIP dan misionaris Katolik. Atas nama kesamaan
kepentingan ideologi, merumuskan sebuah konspirasi jahat.



"Kita sudah berhasil membawa Jokowi -
Ahok di posisi jabatan strategis DKI Jakarta, kini selanjutnya
mempermulus jalan untuk memastikan Jokowi menjadi Presiden dan Ahok
tampil memimpin Jakarta." Sembari menegaskan: "Ini tahapan finalisasi
untuk menguasai Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim."



Dengan mengusung tema liputan
"Indonesia Satu", crew redaksi Kompas bergerak lincah menyebarkan
serangkaian isu dan opini penuh tipu muslihat ke ruang publik. Sasaran
mendongkrak popularitas Jokowi - Ahok dan menghembuskan kebencian rakyat
kepada elite dan partai non PDIP.



Hasilnya, dalam kurun waktu yang tidak
lama, Jokowi - Ahok diposisikan sebagai figur fenomenal di panggung
politik nasional jelang Pemilu 2014. Publik hampir setiap hari disuguhi
berbagai berita dari aneka lakon dua boneka yang terus melenggang bebas
mewakili ambisi cukong dan jaringan katolik.



Dengan mengabaikan visi, Jokowi - Ahok
hadir bagai sinetron berdurasi tanpa batas menyihir pembaca dan
pemirsa. Mulai dari serangkaian kisah blusukan Jokowi yang menguras
anggaran miliaran rupiah dari APBD, hingga celoteh penuh amarah tanpa
etika diperankan secara membabi-buta oleh Ahok. Mirip pertunjukan
"topeng monyet", yang setiap gerak-geriknya sudah terlatih dan
sepenuhnya dikendali oleh dalang alias cukong.



Jejak Hitam


Kompas punya sejarah panjang dalam
kongsi kepentingan dengan cukong. Media utama milik kelompok Katolik
ini, telah menjadi jaringan yang terus menggurita. Di tahun 1998 - 1999,
Kompas sukses mencitrakan pengaruh Uskup Belo dalam pergolakkan politik
paling spektakuler yang berujung pada pelepasan Timor-Timur dari
wilayah NKRI.



Uskup Belo dikesankan bagai pahlawan
kemanusiaan yang secara sporadis menyudutkan ABRI (TNI) sebagai penjahat
HAM dalam serangkaian kasus pembantaian massal di Timor-Timur. Tudingan
tanpa bukti itu, nyaris setiap hari menghias halaman utama koran Kompas
dan memicu intervensi kekuatan asing.



Setelah setahun Timor-Timur lepas dari
NKRI, publik kemudian baru menyadari ternyata: Uskup Belo dan Kompas
terlibat bermain mata untuk memuluskan kepentingan cukong yang mengincar
sumber kekayaan minyak di Laut Timor. Dan untuk hajat busuk itu, maka
jalan ekstrim disintegrasi pun dimainkan.



Sangat menyedihkan, konspirasi Kompas
dan gereja Katolik yang dipimpin oleh Uskup Belo sukses menyulut api
kebencian di hati rakyat Timor-Timur. Di mana ratusan ribu warga
Indonesia yang sebagian besar berasal dari Pulau Jawa yang puluhan tahun
menetap di Timor-Timur menjadi sasaran perlakuan tidak manusiawi,
diusir dan ribuan dari mereka kehilangan nyawa serta harta bendanya.



Tragedi berdarah lepasnya Timor-Timur
(Timor Leste) dari wilayah Indonesia adalah fakta sejarah yang tak
terlupakan. Wilayah yang berpenduduk mayoritas Katolik tersebut oleh
Kompas sangat berkepentingan untuk menjadikannya sebagai negara boneka
dalam kendali Australia, Eropa dan Amerika.



Timor Leste memiliki potensi sumber
kekayaan alam dan berada di zona strategis serta berdampingan dengan NTT
yang berpenduduk mayoritas Katolik. Dan oleh Australia, Timor Leste
telah dijadikan pangkalan militer yang setiap saat dapat memperluas
pengaruhnya dengan mencaplok kawasan di sekitarnya. Jalan kearah itu
semakin terbuka lebar. Dan lagi-lagi, Kompas menyembunyikan rencana
licik itu dari perhatian publik.



Bagaimana dengan Jokowi - Ahok...?


Kompas Gramedia Group, cukong dan
basis jaringan Katolik dengan mencolok tengah gencar memainkan
"disintegrasi politik" yang memporak-porandakan tatanan sosial di negeri
ini. Melalui penunggangan PDIP, Jokowi dipaksakan tampil sebagai boneka
mereka untuk dipersiapkan memimpin Indonesia lima tahun ke depan.



Skenario busuk itu tidak lain
bertujuan untuk memperluas pengaruh Katolik dan cukong dalam penguasaan
negara, sentra ekonomi-keuangan dan sebagainya. Ambisi itu sangat nyata,
dan secara terbuka tokoh Katolik paling berpengaruh, Frans Maknis
Suseno menyampaikan pesan berupa ancaman: "Bila Jokowi tidak jadi
presiden maka Indonesia akan rusuh..."



Pernyataan misionaris Katolik Frans
Maknis Suseno, tidak berbeda dengan apa yang pernah dilontarkan oleh
Uskup Belo: "Lebih baik membawa mayoritas Katolik Timor-Timur lepas dari
NKRI dari pada bergabung dengan ummat Islam dalam kebhinekaan
Indonesia..."



Cara pandang para tokoh Katolik yang
berkonsiprasi dengan cukong, membuat banyak pihak bertanya: "Di mana
sikap nasionalisme Megawati dan politisi PDIP...?".



Hem, uang dan kerakusan kekuasaan
telah melunturkan spirit nasionalisme elite partai. Masa depan rakyat di
negeri ini tengah berjalan menuju jurang kehancuran. Prihatin !



by Faizal Assegaf

No comments:

Post a Comment